Jum’at pagi saya disms oleh Kepala Sekolah untuk menggantikannya menghadiri
Rapat Kepala Sekolah di Aula Balaikota Depok pda pukul 14.00. Dalam sms itu
dipesankan agar membawa materai 6000, “wah ada apa ya? Apa ada bantuan untuk
sekolah nih?” pikir saya. Sesampainya disana saya langsung menuju meja
registrasi. Ternyata materai 6000 tersebut digunakan untuk mengisi surat pernyataan yang isinya adalah bahwa sekolah
bertanggung jawab terhadap kegiatan tawuran maupun penyalahgunaan narkoba yang
dilakukan siswa, jika tidak maka ijin operasional sekolah maupun ijin memimpin
Kepala Sekolah akan ditinjau ulang. Saya membaca surat pernyataan ini
berulang-ulang dan saya rasa isinya terlalu berat dan kurang detail tentu saja.
Mengapa? Pertama, banyak hal yang mampu memicu tawuran yang terkadang sekolah
sulit mengendalikan para siswanya apalagi sekolah yang memiliki ratusan siswa.
Masalah sepele seperti rebutan pacar, rebutan naik angkot bisa memicu tawuran.
Kedua, tawuran biasanya dilakukan selepas pulang sekolah dimana pastinya siswa
sudah berada diluar jangkauan pihak sekolah. Apalagi yang berhubungan dengan
narkoba yang lebih bersifat individual. Di sekolah kelihatannya anak yang
pendiam tapi ternyata ketahuan mengonsumsi narkoba saat berada di rumah teman
yang berbeda sekolah. Itulah hal-hal yang saya rasa cukup berat. Meskipun
begitu, bukan berarti juga sekolah dapat lepas tangan. Sekolah tetap harus meningkatkan kualitas
pendidikan dari segi muatan agama dan kedisiplinan.
Rapat di Walikota, saya ada di deretan kiri (kelihatan jilbab marunnya saja) |
Nah ternyata rapat hari ini adalah untuk menandatangani
surat pernyataan tersebut sekaligus mendapatkan pengarahan dari Walikota Depok
yaitu Bapak Nur Mahmudi Ismail dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok. Mengenai
peristiwa tawuran ini Bapak Walikota memberikan usul agar seragam sekolah yang
dikenakan para siswa di semua sekolah di seluruh Indonesia terutama Depok
disamakan. “Judulnya Pelajar Indonesia”, demikian usul Bapak Walikota. Dua orang
peserta yang sempat menyampaikan uneg-unegnya menyatakan tidak setuju dengan
usul tersebut. Begitupun dengan saya. Sebab, masalah tawuran bukan karena iri
dengan seragam yang dipakai oleh sekolah lain. Seperti yang dilansir okezone
mnegenai pengakuan para saksi tawuran, “Masalahnya
biasa saja, sering ledek-ledekan, kalau anak Wira Buana lewat atau Izata lewat,
teman - teman kami suka diludahin, ini baru pertama kali kejadian begini, kesal
juga sih," ungkapnya.
Memang, dengan adanya seragam, orang jadi bisa mencirikan
asal sekolah dari siswa tersebut. Namun perlu juga diingat, bila kejahatan
sudah direncanakan maka apapun bisa dilakukan. Meski seragamnya sama maka musuh
dapat mengenali musuhnya. Repotnya malah saksi mata menjadi sulit mengenali
pelaku. Bila masih berseragam sekolah tentu pelaku menjadi lebih mudah
dikenali. Alhasil Bapak Walikota menjanjikan perlunya Rakor khusus untuk
membahas kesepakatan ini lebih lanjut.
Saya setuju dengan usulan yang ini, sebab ada banyak hal
yang menjadi pemicu tawuran maupun hal-hal indisipliner yang dilakukan para
siswa menurut versi saya, diantaranya adalah:
Kurang perhatian dari
Pihak Sekolah maupun Yayasan
Sekolah-sekolah yang
kebanyakan swasta yang para siswanya sering menjadi pelaku tawuran, terutama di
Depok, saya perhatikan memang kurang mendapat perhatian dari Yayasan yang
menaungi sekolah tersebut. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya
lebih kepada pengabdian kepada masyarakat menjadi sebuah bisnis komersil. Tak sedikit sekolah yang mau menampung siswa
bermasalah yang telah dikeluarkan dari
sekolah lain karena kekurangan murid. Yayasan hanya peduli dengan kuantitas siswa
tanpa meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya bagaimana yayasan mampu
memilih Kepala Sekolah yang mampu memanajemen sekolah dengan baik dan merekrut
guru-guru yang mampu mendidik serta mengajar dengan baik. Bukan asal comot semata. Kemudian bagaimana
Yayasan mampu memberi penghargaan dalam hal kesejahteraan kepada guru-guru
berprestasi. Jika semua sekolah visi dan
misi yang sama dalam hal kedisiplinan
dan perbaikan akhlak tentunya tidak ada lagi pelaku tawuran yang masih
berkeliaran di sekolah-sekolah. Oknum siswa pelaku tawuran tidak mendapat
tempat di sekolah manapun. Hal ini akan memberikan efek jera sekaligus menjadi
pelajaran bagi siswa lainnya agar tidak ikut-ikutan aksi tawuran yang dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Tidak ada tindak
lanjut dari pelanggaran tata tertib sekolah, kurang disiplin
Tata tertib yang kurang ketat dan juga tindak lanjut dari
pelanggaran yang dilakukan para siswa sering diabaikan pihak sekolah. Sehingga para
siswa merasa “nyaman” berlaku bebas di sekolah. Secara kasat mata bisa dilihat
dari cara para siswa tersebut mengenakan seragm sekolah. Sekolah dengan
disiplin tinggi dan ketat dalam menjaga tata tertib akan terlihat dari siswa
yang berpakaian seragam rapi sesuai ketentuan sekolah. Sebaliknya, sekolah yang
asal-asalan dalam mendidik makan akan terlihat pada cara berpakaian siswa yang
jauh dari kesan rapi, baju dikeluarkan, celana dikecilkan, dipotong hingga
sebetis bagi siswa lak-laki kemudian siswinya menggunakan rok pendek di atas
dengkul dan berbaju kecil. Kemudian perhatian
guru terutama wali kelas terhadap anak didiknya di kelas bisa dilihat dari
bagaimana guru tersebut menindaklanjuti siswa yang terlambat dan bolos sekolah.
Sudahkah para guru melakukan homevisit sebagai salah satu cara bentuk
komunikasi dengan orang tua? Karena banyak orang tua yang tidak tahu bila
anaknya ternyata tidak sekolah. Para orang tua dipamiti anak setiap pagi,
memberi uang transport, memberi uang jajan bahkan uang SPP. Tapi ternyata sang
anak tidak sampai di sekolah. Entah main ke rumah teman, mampir ke warnet
bermain PS, tawuran, narkoba atau pacaran. Jika tindak lanjut segera dilakukan
oleh pihak sekolah maka guru dan orang tua dapat segera mencari solusi yang
terbaik bagi sang anak dan anak pun dapat terselamatkan. Namun bagaimana bila
sekolah seakan cuek dengan segala pelanggaran yang dilakukan siswa? Maka yang
terjadi aadalah siswa merasa tidak diperhatikan dan merasa bebas dalam
melakukan sesuatu. Dalam hal tawuran seringkali yang menjadi otak dari tawuran
hanyalah 1-2 orang saja, selebihnya hanyalah ikut-ikutan. Istilangnya geng atau
solidaritas sesama teman. Anak-anak remaja yang tidak memiliki kepercayaan
diri, masih mencari jati diri inilah yang menjadi korban sehingga menjadi
pelaku tawuran. Belum lagi bila tawuran
terjadi turun-temurun atau istilahnya musuh bebuyutan. Kakak kelas mendoktrin
adik kelasnya mengenai sekolah yang menjadi musuh bebuyutan sekolah mereka. Padahal
bisa jadi, siswa yang bersekolah di sekolah musuh dulunya adalah teman lama
atau tetangganya.
Persaingan tidak
sehat antar sekolah
Persaingan tidak sehat antar sekolah juga semakin nampak. Menjamurnya
sekolah-sekolah terutama pada tingakt SMK memperlihatkan persaingan tidak
sehat. Sekolah-sekolah baru yang hanya memedulikan kuantitas tidak melakukan
seleksi saat Penerimaan Siswa Baru kemudian peraturan sekolah bersifat
fleksibel. Guru-guru bersikap acuh tak acuh apalagi Kepala Sekolah yang tak
jarang asal comot saja. Sekolah bersaing bukan dengan menunjukkan kualitas yang
dimiliki setiap sekolah namun lebih kepada nominal harga biaya masuk sekolah. Dan
juga imej yang tampil adalah sekolah yang mudah, sekolah yang gampangan sampai
sekolah buangan. Apa tuh sekolah buangan? Sekolah yang mamu menampung para
siswa yang dianggap buangan dari sekolah lain. Kalau sekolah gampangan, sekolah
yang meskipun siswanya jarang masuk tapi masih bisa tetap naik kelas bahkan
lulus sekolah.
Menurut saya ada beberapa cara atau solusi mencegah tawuran dan kegiatan indisipliner siswa yang dapat dilakkan oleh guru maupun orang tua, yaitu:
Menanamkan agama dan
kedisiplinan sejak dini
Perilaku buruk di masa remaja bisa saja disebabkan kesalahan
orang tua maupun guru saat siswa masih berada di sekolah dasar. Tidak semua orang tua memiliki pemahaman agama
yang baik dan tidak semua orang tua mengetahui cara mendidik yang baik. Namun
sebagai orang tua yang peduli dan bertanggung jawab sudah seharusnya kita mampu
mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak yang kita lahirkan.
Menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik seperti bersikap jujur, bersikap sportif
mau mengakui kesalahan, mengalah dengan saudara dan teman, menjauhi perkelahian
dengan teman. Kemudian disiplin beribadah, disiplin dalam belajar dan
lain-lain. Sementara seolah dasar jug perlu mengadakan perbaikan dalam hal
mendidik. Lihat saja, sekarang ini para siswa kelas 1 sudah harus bisa membaca
dan menulis. Padahal dulu, pada saat duduk di sekolah dasar lah saya baru diajarkan
membaca dan menulis. Masih terkenang dalam ingatan saya akan kesabaran Ibu
Muji, guru SD saya dahulu, mengajarkan membaca kepada saya dan teman-teman. “Ini
budi, Ini Ibu Budi, ......” Saya juga bersekolah TK tapi tidak diajarkan membaca.
Kebanyakan guru SD terima jadi dari guru TK, dan parahnya mereka tidak memiliki
sediitpun kesabaran. Ada seorang anak tetangga saya yang tidak naik ke kelas
dua karena belum bisa membaca. Sementara sang guru hanya menyerahkan kepada
orang tua yang notabene buruh rendahan yang manalah bisa mengajar anaknya di
rumah. Belum lagi kurangnya muatan agama khususnya di sekolah-sekolah dasar umum. Pekerjaan rumah anak sekolah dasar sama
banyaknya dengan kesulitan yang setara sewaktu saya duduk di bangku SMP. Anak-anak
sekolah dasar itu merasa terkekang, tertekan dengan pelajaran sekolah yang
banyak dan sulit. Guru dan orang tua hanya bisa menuntut tanpa bisa
mengarahkan, mengatur jadwal belajar apalagi memahami kesulitan anak-anak.
Menegakkan tata
tertib dan disiplin sekolah
Mulai dari masuk sekolah tepat waktu dan memberikan sanksi
yang mendidik bagi siswa yang terlambat maupun alpa. Lalu memperhatikan
kerapian siswa mengenakan seragam. Melakukan pemeriksaan mendadak secara
berkala terhadap siswa dengan memeriksa isi tas mereka. Apakah berisi hal-hal
yang dilarang untuk dibawa sekolah hingga isi dari ponsel mereka. Dalam
beberapa kali inspeksi saya pernah menemukan percakapan sms tidak sewajarnya
anatar siswa dengan pacarannya hingga video-video yang belum pantas disaksikan
oleh para siswa.
Memberikan perhatian
khusus pada siswa bermasalah
Bila akhirnya menemukan siswa yang bermasalah maka perlul
dilakukan tindakan yang bukan selalu berupa hukuman. Guru dapat menanyakan atau
melakukan wawancara dengan siswa tersebut mengenai alasannya melakukan
pelanggaran tersebut. Memberikan pengarahan dan pengertian sehingga diharapkan
perbuatan tersebut tidak diulanginya kemudian hari. Memberinya sanksi mendidik
yang tidak merendahkan siswa tersebut di hadapan teman-temannya. Bila
pelanggaran dilakukan lebih dari 3x maka guru perlu berkomunikasi dengan orang
tua. Kerjasama yang baik antara guru dan orang tua tentu akan membuahkan asil
yang baik.
Memberikan pujian dan
penghargaan kepada siswa berprestasi
Berprestasi bukan selalu harus rangking 1, kepada siswa yang
bermasalah namun mampu memperaiki sikapnya, guru juga perlu memberikan
apresiasi. Misalnya , “wah Anto sekarang kamu sudah rajin masuk ya bagus ibu jadi
senang” atau “ sepertinya ibu lihat ada anak baru ya di kelas ini? Yang mirip
vokalis band ternama itu loh.... wawan kamu kan jadi lebih ganteng kalau rabut
dan berseragam rapi seperti itu.” Karena siswa bermasalah sebenarnya bukan
anak-anak nakal. Bila ditangani dengan cepat dan benar insyaAllah mereka bisa
menjadi anak-anak yang baik. Ini sudah terjadi pada dua orang murid saya yang
sempat menguji kami para gurunya dengan bolos sekolah beberapa kali di semester
pertama namun memiliki perkembangan sikap yang baik di semester selanjutnya.
Di sekolah lanjutan semisal SMP/SMA/SMK guru dapat
menyisipkan nilai-nilai moral saat mengajar. Misalnya dengan menampilkan
video-video seperti video kisah pengorbanan seorang ibu, video yang mengajarkan kejujuran dan
lain-lain. Bisa juga dengan menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an maupun kisah-kisah
religius yang dapat menjadi teladan bagi siswa. Kemudian setiap guru memantau perkemangan
perilaku siswa. Program tadarus Al Qur’an dan sholat berjamaah juga perlu
dilakukan. Dengan begitu siswa menjadi lebih dekat dengan agama. Pernah juga
saya temukan ada siswa yang lupa dengan kalimay syahadat dan lupa cara sholat
bahkan belum bisa membaca Al Qur’an. Alhamdulillah sekarang siswa tersebut
sudah lebih baik.
Variasi Metode belajar
Ada banyak metode belajar yang bisa dilakukan guru tidak melulu ceramah. Pemberian nilaipun tidak sebatas tes tertulis semata. Untuk pelajaran IPA misalnya, siswa bisa diajak keluar halaman sekolah untuk memperhatikan tanaman maupun sampah yang ada sesuai dengan tema pelajaran. Guru IPAs dapat mengajak siswa ke pasar untuk memperhatikan kegiatan anatar penjual dengan pembeli. guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan pelajaran. Tidak selalu harus dengan fasilitas yang lengkap dan mewah. Lingkungan dan alam dapat menjadi laboratorium gratis dan lengkap bagi siswa.
Mengarahkan anak
sesuai minat dan bakatnya
Anak-anak memiliki cita-cita tersendiri dalam hidupnya yang
mungkkin saja tidak sama dengan harapan orang tua. Sebagai orang tua sebaiknya memberikan pandangan dan araan mengenai cita-cita tersebut. Karena yang
menjalani sekolah adalah anak, bila tidak sesuai dengan minat dan bakatnya
jhawatir akan menjadi kendala dan hambatan baginya berprestasi di sekolah
bahkan buruknya dapat menjadi alasan bagi anak untuk mencari pelarian atas
tekanan dari orang tua.
Kegiatan ekstrakurikuler sebagai penyaluran kegiatan bakat siswa juga menjadi salah satu solusi yang baik. Namun perlu diwaspadai juga dalam mengikutkan siswa ke perlombaan-perlombaan antar sekolah. Bila tidak diiringi sikap sportif maka bisa memicu tawuran juga.
Anak jaman sekarang memang lebih sulit diatur tapi bukan
berarti orang tua tidak dapat mengarakan dan memilihkan sekolah yang baik bagi
anak. Dengan diskusi dan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak
insyaAllah anak dapat memahami alasan orang tua memilihkan sekolah yang baik
untuknya. Sebab anak-anak sering hanya mengikuti temannya sajatanpa
memperhatikan apakah sekolah tersebut berkualitas baik atau tidak. Sementara orang
tua mampu melihat dan mencari informasi mengenai kualitas dan keunggulan
sekolah tersebut. Tentu saja dengan tetap memperhatikan minat dan bakat anak. Pilihlah
sekolah yang disiplin, religius, memilii imej positif dan guru-guru yang ramah.
Begitulah ayah saya memilihkan sekolah untuk saya dulu. Dan ternyata memang
sekolah seperti itu mampu membentuk karakter yang baik.
(sebenarnya masih banyak yang ingin saya tulis, tapi anak saya sudah tidak sabar nih...ganggguin terus )
foto sumber : pic.twitter.com/n0kCYDggZC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar baik berupa kritik maupun apresiasi baik yang sopan amat saya nantikan, terima kasih telah singgah di blog ini :)