2013-10-25

Tawuran pelajar dan solusinya

Jum’at pagi saya disms oleh  Kepala Sekolah untuk menggantikannya menghadiri Rapat Kepala Sekolah di Aula Balaikota Depok pda pukul 14.00. Dalam sms itu dipesankan agar membawa materai 6000, “wah ada apa ya? Apa ada bantuan untuk sekolah nih?” pikir saya. Sesampainya disana saya langsung menuju meja registrasi. Ternyata materai 6000 tersebut digunakan untuk mengisi surat  pernyataan yang isinya adalah bahwa sekolah bertanggung jawab terhadap kegiatan tawuran maupun penyalahgunaan narkoba yang dilakukan siswa, jika tidak maka ijin operasional sekolah maupun ijin memimpin Kepala Sekolah akan ditinjau ulang. Saya membaca surat pernyataan ini berulang-ulang dan saya rasa isinya terlalu berat dan kurang detail tentu saja. Mengapa? Pertama, banyak hal yang mampu memicu tawuran yang terkadang sekolah sulit mengendalikan para siswanya apalagi sekolah yang memiliki ratusan siswa. Masalah sepele seperti rebutan pacar, rebutan naik angkot bisa memicu tawuran. Kedua, tawuran biasanya dilakukan selepas pulang sekolah dimana pastinya siswa sudah berada diluar jangkauan pihak sekolah. Apalagi yang berhubungan dengan narkoba yang lebih bersifat individual. Di sekolah kelihatannya anak yang pendiam tapi ternyata ketahuan mengonsumsi narkoba saat berada di rumah teman yang berbeda sekolah. Itulah hal-hal yang saya rasa cukup berat. Meskipun begitu, bukan berarti juga sekolah dapat lepas tangan.  Sekolah tetap harus meningkatkan kualitas pendidikan dari segi muatan agama dan kedisiplinan. 

Permalink gambar yang terpasang
Rapat di Walikota, saya ada di deretan kiri (kelihatan jilbab marunnya saja)

Nah ternyata rapat hari ini adalah untuk menandatangani surat pernyataan tersebut sekaligus mendapatkan pengarahan dari Walikota Depok yaitu Bapak Nur Mahmudi Ismail dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok. Mengenai peristiwa tawuran ini Bapak Walikota memberikan usul agar seragam sekolah yang dikenakan para siswa di semua sekolah di seluruh Indonesia terutama Depok disamakan. “Judulnya Pelajar Indonesia”, demikian usul Bapak Walikota. Dua orang peserta yang sempat menyampaikan uneg-unegnya menyatakan tidak setuju dengan usul tersebut. Begitupun dengan saya. Sebab, masalah tawuran bukan karena iri dengan seragam yang dipakai oleh sekolah lain. Seperti yang dilansir okezone mnegenai pengakuan para saksi  tawuran, “Masalahnya biasa saja, sering ledek-ledekan, kalau anak Wira Buana lewat atau Izata lewat, teman - teman kami suka diludahin, ini baru pertama kali kejadian begini, kesal juga sih," ungkapnya.

Memang, dengan adanya seragam, orang jadi bisa mencirikan asal sekolah dari siswa tersebut. Namun perlu juga diingat, bila kejahatan sudah direncanakan maka apapun bisa dilakukan. Meski seragamnya sama maka musuh dapat mengenali musuhnya. Repotnya malah saksi mata menjadi sulit mengenali pelaku. Bila masih berseragam sekolah tentu pelaku menjadi lebih mudah dikenali. Alhasil Bapak Walikota menjanjikan perlunya Rakor khusus untuk membahas kesepakatan ini lebih lanjut.  
Saya setuju dengan usulan yang ini, sebab ada banyak hal yang menjadi pemicu tawuran maupun hal-hal indisipliner yang dilakukan para siswa menurut versi saya, diantaranya adalah:

Kurang perhatian dari Pihak Sekolah maupun Yayasan

Sekolah-sekolah yang kebanyakan swasta yang para siswanya sering menjadi pelaku tawuran, terutama di Depok, saya perhatikan memang kurang mendapat perhatian dari Yayasan yang menaungi sekolah tersebut. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya lebih kepada pengabdian kepada masyarakat menjadi sebuah bisnis komersil.  Tak sedikit sekolah yang mau menampung siswa bermasalah  yang telah dikeluarkan dari sekolah lain karena kekurangan murid.   Yayasan hanya peduli dengan kuantitas siswa tanpa meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya bagaimana yayasan mampu memilih Kepala Sekolah yang mampu memanajemen sekolah dengan baik dan merekrut guru-guru yang mampu mendidik serta mengajar dengan baik.  Bukan asal comot semata. Kemudian bagaimana Yayasan mampu memberi penghargaan dalam hal kesejahteraan kepada guru-guru berprestasi. Jika semua sekolah  visi dan misi yang sama dalam hal kedisiplinan  dan perbaikan akhlak tentunya tidak ada lagi pelaku tawuran yang masih berkeliaran di sekolah-sekolah. Oknum siswa pelaku tawuran tidak mendapat tempat di sekolah manapun. Hal ini akan memberikan efek jera sekaligus menjadi pelajaran bagi siswa lainnya agar tidak ikut-ikutan aksi tawuran yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Tidak ada tindak lanjut dari pelanggaran tata tertib sekolah, kurang disiplin

Tata tertib yang kurang ketat dan juga tindak lanjut dari pelanggaran yang dilakukan para siswa sering diabaikan pihak sekolah. Sehingga para siswa merasa “nyaman” berlaku bebas di sekolah. Secara kasat mata bisa dilihat dari cara para siswa tersebut mengenakan seragm sekolah. Sekolah dengan disiplin tinggi dan ketat dalam menjaga tata tertib akan terlihat dari siswa yang berpakaian seragam rapi sesuai ketentuan sekolah. Sebaliknya, sekolah yang asal-asalan dalam mendidik makan akan terlihat pada cara berpakaian siswa yang jauh dari kesan rapi, baju dikeluarkan, celana dikecilkan, dipotong hingga sebetis bagi siswa lak-laki kemudian siswinya menggunakan rok pendek di atas dengkul dan berbaju kecil.  Kemudian perhatian guru terutama wali kelas terhadap anak didiknya di kelas bisa dilihat dari bagaimana guru tersebut menindaklanjuti siswa yang terlambat dan bolos sekolah. Sudahkah para guru melakukan homevisit sebagai salah satu cara bentuk komunikasi dengan orang tua? Karena banyak orang tua yang tidak tahu bila anaknya ternyata tidak sekolah. Para orang tua dipamiti anak setiap pagi, memberi uang transport, memberi uang jajan bahkan uang SPP. Tapi ternyata sang anak tidak sampai di sekolah. Entah main ke rumah teman, mampir ke warnet bermain PS, tawuran, narkoba atau pacaran. Jika tindak lanjut segera dilakukan oleh pihak sekolah maka guru dan orang tua dapat segera mencari solusi yang terbaik bagi sang anak dan anak pun dapat terselamatkan. Namun bagaimana bila sekolah seakan cuek dengan segala pelanggaran yang dilakukan siswa? Maka yang terjadi aadalah siswa merasa tidak diperhatikan dan merasa bebas dalam melakukan sesuatu. Dalam hal tawuran seringkali yang menjadi otak dari tawuran hanyalah 1-2 orang saja, selebihnya hanyalah ikut-ikutan. Istilangnya geng atau solidaritas sesama teman. Anak-anak remaja yang tidak memiliki kepercayaan diri, masih mencari jati diri inilah yang menjadi korban sehingga menjadi pelaku tawuran.  Belum lagi bila tawuran terjadi turun-temurun atau istilahnya musuh bebuyutan. Kakak kelas mendoktrin adik kelasnya mengenai sekolah yang menjadi musuh bebuyutan sekolah mereka. Padahal bisa jadi, siswa yang bersekolah di sekolah musuh dulunya adalah teman lama atau tetangganya.

Persaingan tidak sehat antar sekolah

Persaingan tidak sehat antar sekolah juga semakin nampak. Menjamurnya sekolah-sekolah terutama pada tingakt SMK memperlihatkan persaingan tidak sehat. Sekolah-sekolah baru yang hanya memedulikan kuantitas tidak melakukan seleksi saat Penerimaan Siswa Baru kemudian peraturan sekolah bersifat fleksibel. Guru-guru bersikap acuh tak acuh apalagi Kepala Sekolah yang tak jarang asal comot saja. Sekolah bersaing bukan dengan menunjukkan kualitas yang dimiliki setiap sekolah namun lebih kepada nominal harga biaya masuk sekolah. Dan juga imej yang tampil adalah sekolah yang mudah, sekolah yang gampangan sampai sekolah buangan. Apa tuh sekolah buangan? Sekolah yang mamu menampung para siswa yang dianggap buangan dari sekolah lain. Kalau sekolah gampangan, sekolah yang meskipun siswanya jarang masuk tapi masih bisa tetap naik kelas bahkan lulus sekolah.   

Menurut saya ada beberapa cara atau  solusi mencegah tawuran dan kegiatan indisipliner siswa yang dapat dilakkan oleh guru maupun orang tua, yaitu:

Menanamkan agama dan kedisiplinan sejak dini

Perilaku buruk di masa remaja bisa saja disebabkan kesalahan orang tua maupun guru saat siswa masih berada di sekolah dasar.  Tidak semua orang tua memiliki pemahaman agama yang baik dan tidak semua orang tua mengetahui cara mendidik yang baik. Namun sebagai orang tua yang peduli dan bertanggung jawab sudah seharusnya kita mampu mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak yang kita lahirkan. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik seperti bersikap jujur, bersikap sportif mau mengakui kesalahan, mengalah dengan saudara dan teman, menjauhi perkelahian dengan teman. Kemudian disiplin beribadah, disiplin dalam belajar dan lain-lain. Sementara seolah dasar jug perlu mengadakan perbaikan dalam hal mendidik. Lihat saja, sekarang ini para siswa kelas 1 sudah harus bisa membaca dan menulis. Padahal dulu, pada saat duduk di sekolah dasar lah saya baru diajarkan membaca dan menulis. Masih terkenang dalam ingatan saya akan kesabaran Ibu Muji, guru SD saya dahulu, mengajarkan membaca kepada saya dan teman-teman. “Ini budi, Ini Ibu Budi, ......” Saya juga bersekolah TK tapi tidak diajarkan membaca. Kebanyakan guru SD terima jadi dari guru TK, dan parahnya mereka tidak memiliki sediitpun kesabaran. Ada seorang anak tetangga saya yang tidak naik ke kelas dua karena belum bisa membaca. Sementara sang guru hanya menyerahkan kepada orang tua yang notabene buruh rendahan yang manalah bisa mengajar anaknya di rumah. Belum lagi kurangnya muatan agama khususnya di sekolah-sekolah dasar  umum. Pekerjaan rumah anak sekolah dasar sama banyaknya dengan kesulitan yang setara sewaktu saya duduk di bangku SMP. Anak-anak sekolah dasar itu merasa terkekang, tertekan dengan pelajaran sekolah yang banyak dan sulit. Guru dan orang tua hanya bisa menuntut tanpa bisa mengarahkan, mengatur jadwal belajar apalagi memahami kesulitan anak-anak.

Menegakkan tata tertib dan disiplin sekolah

Mulai dari masuk sekolah tepat waktu dan memberikan sanksi yang mendidik bagi siswa yang terlambat maupun alpa. Lalu memperhatikan kerapian siswa mengenakan seragam. Melakukan pemeriksaan mendadak secara berkala terhadap siswa dengan memeriksa isi tas mereka. Apakah berisi hal-hal yang dilarang untuk dibawa sekolah hingga isi dari ponsel mereka.   Dalam beberapa kali inspeksi saya pernah menemukan percakapan sms tidak sewajarnya anatar siswa dengan pacarannya hingga video-video yang belum pantas disaksikan oleh para siswa.

Memberikan perhatian khusus pada siswa bermasalah

Bila akhirnya menemukan siswa yang bermasalah maka perlul dilakukan tindakan yang bukan selalu berupa hukuman. Guru dapat menanyakan atau melakukan wawancara dengan siswa tersebut mengenai alasannya melakukan pelanggaran tersebut. Memberikan pengarahan dan pengertian sehingga diharapkan perbuatan tersebut tidak diulanginya kemudian hari. Memberinya sanksi mendidik yang tidak merendahkan siswa tersebut di hadapan teman-temannya. Bila pelanggaran dilakukan lebih dari 3x maka guru perlu berkomunikasi dengan orang tua. Kerjasama yang baik antara guru dan orang tua tentu akan membuahkan asil yang baik.

Memberikan pujian dan penghargaan kepada siswa berprestasi

Berprestasi bukan selalu harus rangking 1, kepada siswa yang bermasalah namun mampu memperaiki sikapnya, guru juga perlu memberikan apresiasi. Misalnya , “wah Anto sekarang kamu sudah rajin masuk ya bagus ibu jadi senang” atau “ sepertinya ibu lihat ada anak baru ya di kelas ini? Yang mirip vokalis band ternama itu loh.... wawan kamu kan jadi lebih ganteng kalau rabut dan berseragam rapi seperti itu.” Karena siswa bermasalah sebenarnya bukan anak-anak nakal. Bila ditangani dengan cepat dan benar insyaAllah mereka bisa menjadi anak-anak yang baik. Ini sudah terjadi pada dua orang murid saya yang sempat menguji kami para gurunya dengan bolos sekolah beberapa kali di semester pertama namun memiliki perkembangan sikap yang baik di semester selanjutnya.
Di sekolah lanjutan semisal SMP/SMA/SMK guru dapat menyisipkan nilai-nilai moral saat mengajar. Misalnya dengan menampilkan video-video seperti video kisah pengorbanan seorang ibu,  video yang mengajarkan kejujuran dan lain-lain. Bisa juga dengan menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an maupun kisah-kisah religius yang dapat menjadi teladan bagi siswa. Kemudian setiap guru memantau perkemangan perilaku siswa. Program tadarus Al Qur’an dan sholat berjamaah juga perlu dilakukan. Dengan begitu siswa menjadi lebih dekat dengan agama. Pernah juga saya temukan ada siswa yang lupa dengan kalimay syahadat dan lupa cara sholat bahkan belum bisa membaca Al Qur’an. Alhamdulillah sekarang siswa tersebut sudah lebih baik.
 
Variasi Metode belajar

Ada banyak metode belajar yang bisa dilakukan guru tidak melulu ceramah. Pemberian nilaipun tidak sebatas tes tertulis semata. Untuk pelajaran IPA misalnya, siswa bisa diajak keluar halaman sekolah untuk memperhatikan tanaman maupun sampah yang ada sesuai dengan tema pelajaran. Guru IPAs dapat mengajak siswa ke pasar untuk memperhatikan kegiatan anatar penjual dengan pembeli. guru harus lebih kreatif dalam menyampaikan pelajaran. Tidak selalu harus dengan fasilitas yang lengkap dan mewah. Lingkungan dan alam dapat menjadi laboratorium gratis dan lengkap bagi siswa.


Mengarahkan anak sesuai minat dan bakatnya

Anak-anak memiliki cita-cita tersendiri dalam hidupnya yang mungkkin saja tidak sama dengan harapan orang tua. Sebagai orang tua sebaiknya memberikan pandangan dan araan mengenai cita-cita tersebut. Karena yang menjalani sekolah adalah anak, bila tidak sesuai dengan minat dan bakatnya jhawatir akan menjadi kendala dan hambatan baginya berprestasi di sekolah bahkan buruknya dapat menjadi alasan bagi anak untuk mencari pelarian atas tekanan dari orang tua.

Kegiatan ekstrakurikuler sebagai penyaluran kegiatan bakat siswa juga menjadi salah satu solusi yang baik. Namun perlu diwaspadai juga dalam mengikutkan siswa ke perlombaan-perlombaan antar sekolah. Bila tidak diiringi sikap sportif maka bisa memicu tawuran juga.

Anak jaman sekarang memang lebih sulit diatur tapi bukan berarti orang tua tidak dapat mengarakan dan memilihkan sekolah yang baik bagi anak. Dengan diskusi dan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak insyaAllah anak dapat memahami alasan orang tua memilihkan sekolah yang baik untuknya. Sebab anak-anak sering hanya mengikuti temannya sajatanpa memperhatikan apakah sekolah tersebut berkualitas baik atau tidak. Sementara orang tua mampu melihat dan mencari informasi mengenai kualitas dan keunggulan sekolah tersebut. Tentu saja dengan tetap memperhatikan minat dan bakat anak. Pilihlah sekolah yang disiplin, religius, memilii imej positif dan guru-guru yang ramah. Begitulah ayah saya memilihkan sekolah untuk saya dulu. Dan ternyata memang sekolah seperti itu mampu membentuk karakter yang baik.

(sebenarnya masih banyak yang ingin saya tulis, tapi anak saya sudah tidak sabar nih...ganggguin terus )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar baik berupa kritik maupun apresiasi baik yang sopan amat saya nantikan, terima kasih telah singgah di blog ini :)

Share