Alhamdulillah, akhirnya aku memiliki kesempatan untuk menulis berbagai
kenangan indah mengenai Bapak-Ibu guruku tercinta. Sesuatu yang sudah lama
ingin kulakukan. Rasanya akan lebih enak jika aku menceritakan dimana aku
bersekolah sejak TK hingga lulus sarjana. Aku bersekolah di Taman Kanak
Srikandi Jakarta Barat dilanjutkan bersekolah di SDN 05 Pagi Jakarta Barat
kemudian lulus dari SMP Segar Depok. Berhasil masuk di SMA Negeri 3 Depok dan
kuliah di Universitas Gunadarma jurusan Teknik Informatika. Kini aku mengajar
sebagai Guru Komputer di sebuah SMK swasta di Depok.
Beruntunglah aku memiliki guru taman kanak yang begitu sabar dan baik hati. Yang berkenan menggendong adikku, yang berbeda satu tahun saja dengan usiaku, ketika ia menangis saat bersekolah dahulu. Maklum, ibuku adalah seorang wanita karir yang tak bisa menunggui kami selama di TK. Bu Darto, Bu Ipah dan Bu Yanti itulah nama mereka.
Di sekolah dasar aku bertemu dengan Ibu Muji yang cantik dan sabar. Beliau-lah yang berhasil mengajarku dan teman-teman membaca serta menulis. Sebuah hal yang tak dilakukan banyak Guru SD saat ini dikarenakan telah dilimpahkan tugasnya kepada Guru TK ;) "Ini Budi. Ini Bapak Budi. Ini Ibu Budi" Itu adalah kalimat-kalimat pertama yang diajarkan guruku kala itu. Sebuah metode membaca klasikal yang pasti diajarkan di semua sekolah dasar kala itu. Kemudian ada Pak Rudi, guru Bahasa Inggris pertama di sekolahku. Seorang guru muda kreatif dan amat bersemangat mendorong kami anak didiknya untuk bernai melakukan hal yang baru. Banyak hal baru terjadi di sekolah kami semenjak kedatangannya. Sekolah kami menjadi lebih aktif serta bergairah dalam mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang mampu melambungkan nama kami di setiap ajang perlombaan bergengsi. Sebut saja juara senam, juara kegiatan pramuka, juara cerdas cermat antar sekolah hingga aktif di kegiatan dokter kecil.
Saat aku SMP
dahulu, Bahasa Inggris dan Biologi adalah pelajaran favorit kami. Bahkan nilai Bahasa
Inggrisku melampaui nilai Bahasa Indonesia. Bu Euis, guru Bahasa inggrisku,
menerapkan metode games untuk membangkitkan semangat belajar para siswa.
Sementara Bapak Wichandra menerapkan metode yang membuat kami mampu menghapal
pelajaran Biologi. Beliau juga mampu memaksa kami untuk bertanya sebelum Beliau
memulai pelajaran, memaksa kami untuk membaca terlebih dahulu mengenai hal yang
akan Beliau sampaikan. Dan tanpa dipaksa, kami pun berebutan untuk bertanya
setelah Beliau menerangkan pelajaran hari itu. Sungguh aku terkenang akan kelas
yang ramai dengan diskusi dan kami saling berlomba tunjuk tangan :) Tak hanya di
bidang pelajaran, akupun memiliki guru hebat yang mendorongku untuk aktif dalam
Organisasi Siswa atau OSIS. Memberikan aku dan kawan-kawan ruang untuk
melontarkan ide-ide kegiatan kreatif dengan tidak membatasi kami melainkan
mengarahkan kami. Pameran kesenian dalam rangka Hari Kartini, berbagai lomba
puisi, pidato perjuangan di Hari Kemerdekaan RI, hingga acara buka puasa
bersama pertama kali yang dilakukan di sekolah kami setelah 32 tahun berdiri.
Wow!!
Semua bekal yang kudaptkan semasa SMP menjadi pijakan bagiku untuk lebih
banyak berprestasi lagi di SMA. Aku adalah satu dari empat orang lulusan SMP
kami yang berhasil masuk SMA Negeri favorit di kota ini. Bayangkan, dari 240
murid hanya 3 orang saja saja teman yang benar-benar kukenal di SMA itu. Tapi
hal ini sungguh tak menyurutkan keberanianku untuk menunjukkan potensiku di
SMA. Sejak dimulainya kegiatan orientasi siswa hingga akhirnya aku terpilih
sebagai orang nomor dua dalam organisasi siswa, ini menakjubkan mengingat aku
termasuk golongan minoritas diantara teman-temanku yang berasal dari SMP yang
sama. Bakatku dalam dunia menulis pun berhasil ditemukan dimasa ini. Barangkali
karena seringnya aku menyusun proposal kegiatan semenjak SMP hingga SMA ini
sehingga aku dimudahkan dalam menyusun karya tulis yang ditujukan bagi sebuah
lomba perdana yang kuikuti. Lomba itu berhasil mengantarku menjadi juara
pertama yang membuat namaku melambung seantero kota. Guru yang mengantarku kala
itu, Bapak Yusuf namanya berkata, " Vina, maafkan Bapak yang sempat
meragukan kamu. Tidak seharusnya Bapak pesimis bahwa sekolah kita akan
menjadi juara. Selamat atas keberhasilan kamu. Bapak yakin kamu akan menjadi
penulis terkenal dan membuat buku suatu saat nanti." Mendengar penuturan
jujur dari guruku tersebut aku sempat bengong tak percaya. Beliau meminta maaf
padaku hanya karena sempat pesimis akan kemenangan sekolah kami pada ajang ini,
padahal aku sendiri juga tak pernah berharap bisa memenangkan lomba ini. Dan
yang paling berkesan tentunya adalah kata-katanya diakhir kalimat, bahwa aku
akan bisa membuat sebuah buku kelak. Ini adalah kalimat motivasi yang benar-benar
menjadi cambuk bagiku hingga saat ini. Kalimat yang terus terngiang-ngiang di
telingaku yang selalu menjadi semangat bagiku. Inilah Wow kedua yang kurasakan.
Izinkan aku sedikit menceritakan pengalaman semasa aktif dalam kegiatan organisasi siswa. Sebagai siswa yang notabene adalah remaja yang memiliki semangat menggebu dan segudang ide yang perlu disalurkan, aku dan kawan-kawan beruntung memiliki Ibu Nurhayati dan Bapak Djumait sebagai Pembina kami. Keduanya adalah pembina yang open minded terhadap ide-ide yang kami lontarkan. Hingga kami mampu menyusun sebuah acara besar menyambut satu dasawarsa sekolah kami. Kegiatan akbar ini melibatkan seluruh ekskul yang ada di sekolah, lebih dari sepuluh ekskul terdaftar saat itu. ajang perlombaan yang kami susun mengundang seluruh SMP dan SMA di kota kami. Terbayang tentunya jumlah peserta yang bakal berdatangan ke sekolah kami. dan segala persiapan yang telah kami lakukan selama enam bulan pun terbayar dengan hasil yang memuaskan. Ada sebuah kegiatan yang benar-benar kukenang yaitu saat kami menyelenggarakan kegiatan Donor Darah untuk pertama kalinya itu. Hampir saja acara itu digagalkan oleh Bapak Wakil Kepala Sekolah karena dianggap tidak memungkinkan. Bagaikan mendapat mukjizat, acara donor darah akhirnya terlaksana dengan sangat baik terbukti dengan antusiasme teman-teman juga warga sekitar dalam menyumbangkan darahnya, bahkan kami perlu membatasi jumlah peserta karena kantung darah yang disiapkan oleh para tenaga medis dari Rumah Sakit sudah habis. Bapak Mawardi, Wakil Kepala Sekolah, berkata meminta maaf padaku. "Vina, Bapak minta maaf karena telah meragukan ide kalian yang satu ini, untung saja kalian tetap nekat menjalankan acara ini. Selamat untuk keberhasilan kalian." Wow, menakjubkan bukan? Inilah wow ketiga yang kurasakan.
gambar 2. Guru SMAN 3 Depok
Kali kedua aku kembali memenangkan lomba karya tulis di ajang yang lebih tinggi
sekaligus mengantarkan sekolahku menjadi salah satu sekolah undangan bagi siswa
berprestasi yang berkesempatan menempati bangku di Universitas ternama di
Indonesia. Pak Yusuf tak tanggung-tanggung mewawancaraiku untuk suatu
keperluan. Kemudian aku diberikan kesempatan tampil di atas podium sekolah
disaat upacara, sungguh sebuah kesempatan langka yang amat berarti bagiku. Aku
pun berterima kasih kepada Bu Ni Luh dan Bu Tuti, guru pembimbingku dalam lomba
karya tulis tersebut. Mereka-lah yang memompa semangatku disaat aku hampir tak
memiliki ide mau menulis apa. Mereka yang telah percaya bahwa aku bisa! Juga
kepada Bapak Drs. Sukandi Mustafa, Kepala Sekolah kala itu, yang telah
memberikan dan memudahkan jalanku menuju lomba demi lomba. Tanpa dukungan
Beliau, mustahil aku bisa mengikuti lomba tersebut. Beliaulah Kepala Sekolah
yang mengizinkan siswa manapun memasuki ruangannya, untuk berkata apapun yang
kami mau. Mengenang itu semua membuatku segera terharu dan menangis. Hanya
Allah sajalah yang mampu membalas segala budi baik mereka dalam hidupku.
Rasanya Allah begitu berbaik-hati bagiku dengan mengirimkan banyak malaikat
dalam hidupku. Yup, guru-guruku mereka laksana malaikat saja. Bapak I Made
Wiryana merupakan dosen yang telah berjasa bagiku. Keaktifanku dalam sebuah
komunitas di Kampus menjadi perhatian Beliau sebagai seorang Dosen. Beliau
mengajakku dan beberapa kawan komunitas untuk aktif menulis di sebuah majalah
komputer terkenal nasional juga internasional. Kegiatan ini tak hanya mengasah
kemampuan menulisku tapi juga membawaku bersenuhan dengan teknologi terbaru,
orang-orang ternama di dunia teknologi yang pastinya memberikanku segudang
pengalaman baru dan menarik. Tak sampai disitu, Pak Made, begitu kami
menyebutnya, beliau juga memberikan referensi lowongan kerja bagi kami sehingga
aku telah mampu duduk manis di kantor sebuah Departemen ternama bahkan sebelum
ijazah sarjana kuterima. Bisa kusebut inilah Wow keempat yang kurasakan.
Pantaslah jika Beliau-Beliau yang kusebut namanya itu, beberapa diantaranya meraih posisi puncak di sekolah. Itulah mereka guruku, para Pahlawan dalam kehidupanku. Mereka adalah role modelling-ku. Motivasi positif yang mereka berikan tertanam di dalam hati dan pikiranku. Menjadikanku ingin seperti mereka: Menjadi pahlawan bagi anak didikku tercinta. Menuntutku menjadi sebaik mereka, dan lebih baik lagi.
Guru-guru lain yang tak sempat kusebut namanya dalam blog ini, bukan
berarti tak istimewa. Insya allah lain waktu akan kutulis nama mereka
dalam ceritaku yang lain. Terima kasih Bapak, Terima kasih Ibu. Jasamu tiada tara ....
Tulisan ini diikusertakan dalam kontes "Guruku, Pahlawanku" yang diadakan oleh Gerakan Indonesia Berkibar.
nice post:)
BalasHapus