2012-05-28

Opini: Adakah barakah dalam pernikahan poligami (yang kau jalani) ?

                       Bagi sebagian wanita, poligami adalah hal yang menakutkan bagi kelanggengan rumah-tangganya. Adanya pembolehan, salah satu sunnah Nabi shallallahu'alayhi wassalam, berarti poligami dilegalkan dalam ajaran agama Islam yang indah ini. Pembolehan ini dijadikan senjata bagi para pria (suami) untuk bisa melakukan poligami dan melemahkan posisi istri untuk menolak hal tersebut (poligami). Saya juga termasuk yang bertanya-tanya mengenai hal ini. Makna sebenarnya dibalik hikmah hukum poligami. Sebagai hamba-Nya yang beriman, pastinya saya mengimani hikmah poligami. Namun ketika saya menjalani sendiri rumah tangga ini, saya menemukan berbagai alasan mengapa saya tidak sanggup bila dipoligami. Dan bilapun suami memaksakan kehendaknya berpoligami maka keadaan rumah tangga dipastikan takkan lagi seindah dahulu. Herannya para pelaku poligami dan orang-orang yang menganggap enteng urusan berpoligami ini selalu menyodorkan fakta bahwa Nabi hidup berpoligami. Seakan-akan mereka lupa, pernikahan pertama Nabi selama dua puluh lima tahun dengan Ibunda Khadijah ra adalah rumah tangga monogami penuh keberkahan dan kasih sayang. Kehidupan pernikahanmonogami maupun poligami yang Nabi jalankan pun berbeda jauh dengan kebanyakan pelaku poligami. Bila Nabi sanggup menjalani pernikahan seperempat abad lamanya, hingga Khadijah meninggal dunia, bersama dengan seorang wanita yang berbeda usia lima belas tahun berstatus janda beranak. Barulah dalam kehidupan rumah tangga poligamiya, Beliau menikahi beberapa wanita cantik dan gadis seperti Aisyah ra. Sebaliknya para pelaku poligami yang kebanyakan menikah lagi dikarenakan istri mereka yang sudah semakin tua, tidak lagi cantik kemudian menikah dengan wanita-wanita yang berusia muda. Sungguh Rasulullah adalah sebaik-baiknya teladan dan paling lembut hati serta perangainya, maka tiadalah cela dalam diri Beliau. Namun cela yang ada dalam kehidupan poligami saat ini berasal dari para pelaku poligami itu sendiri yang lebih mengedepankan hawa nafsu. Saya meyakini bahwa poligami adalah salah satu solusi bagi beberapa masalah salam pernikahan semisal istri pertama tidak dapat melahirkan anak karena penyakit ataupun alasan lainnya yang tidak dapat diatasi kecuali dengan poligami.  

                           Kisah poligami yang pernah saya dengar dari kerabat dekat kebanyakan adalah poligami yang tidak adil, tidak hanya bagi istri tapi juga bagi anak-anak mereka. Kisah sedih yang berakhir dengan meninggalnya sang istri setelah divonis mengidap kanker, tak sempat diobati karena sang suami sibuk dengan istri-istri lainnya. Begitupun dengan anak-anak mereka tumbuh begitu saja sehingga menjadi salah arah, kekurangan kasih sayang, perhatian juga didikan agama. Bahkan untuk makan sehari-hari pun sulit. Kisah poligami lainnya lagi adalah kisah poligami seorang pegawai BUMN yang akhirnya diturunkan posisi jabatannya karena ketahuan berpoligami. Alhasil pendapatan bulanan turun sehingga tidak mampu membiayai istri kedua. Hutang menjadi jalan keluar menutupi kebutuhan hidup mereka, sampai kapan? Kalau sudah begini apakah pernikahan poligami ini barakah atau malah hanya akan menyesakkan dada. Alangkah baiknya jika kelebihan rezeki yang ada diberikan kepada anak-anak mereka.  Tentunya akan lebih barakah dan menambah ikatan kasih sayang. Bila istri masih mampu memberikan pelayanan yang baik, mampu melahirkan keturunan, patuh pada suami dan taat beribadah rasanya tidak ada alasan bagi suami untuk menikah lagi.

9 komentar:

  1. Menurut keyakinan saya, poligami secara syariat by default memang dibolehkan.

    Kasus-kasus yang di atas disebut, tidak bisa kemudian dijadikan alasan untuk menentang kebolehan syariat.

    kita harus membedakan substansi kebolehan di level syariat dengan perilaku mereka yang melakukannya.

    Contoh sederhana, sholat adalah wajib, dan secara syariat Allah menyebut bahwa sholat sejatinya bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar.

    Nah, kalau ada orang yang melakukan sholat, terus kemudian dalam keseharian perilakunya justru banyak melakukan perbuatan keji. Yang perlu dipertanyakan tentu bukan kewajiban sholatnya, tetapi justru pelakunya.

    Btw, ada banyak kok contoh poligami sukses.
    --

    Kata seorang ustadz, kalau memang kita gak mau dipoligami, minimal kita tidak membencinya.

    Wallahu a'lam.

    BalasHapus
  2. Intinya, jika sanggup berbuat adil, silakan berpoligami. Tapi jangan poligami, kalau hanya menyengsarakan. Harus diukur kemampuan diri, sanggupkah berpoligami? Tidak hanya memanfaatkan syariat yg menguntungkan dirinya tanpa melihat kesanggupan. Allah tidak membebani seseorang di luar batas kesanggupannya. Makasih keikutsertaannya, Nda....

    BalasHapus
  3. Pak afrianto, makasih komennya. saya tidak membencinya, adakah dari tulisan saya yang berkata saya membenci hal tsb? Rasanya tidak, saya membenci perilaku pelaku poligami yang tidak bisa berbuat adil dan hanya mengedepankan nafsu semata. tapi kalau para pelaku poligami bahagia, sayapun turut bahagia. Seperti yang dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alayhi wassalam yang mulia. Tapi saya berharap bisa menjalani pernikahan monogami, sama seperti yang dicontohkan oleh Beliau juga (sebelum beliau menjalani pernikahan poligami) :) boleh kan?

    Oya soal solat, tentu harus harus diperbaiki solatnya barangkali ada yang salah mungkin gerakannya tidak tepat seperti yang dicontohkan Nabi mungkin juga kurang khusyuk, sama toh dengan poligami kalaupun ada yang salah barangkali caranya yang salah, niatnya kurang tepat dll. Ya saya setuju pak, memang pelakunya bukan hukum poligaminya. Inilah yang saya angkat dalam tulisan ini.

    BalasHapus
  4. Mempermasalahkan para pelaku poligami, kalau tidak ditulis secara gamblang, dan hati-hati, berpotensi misleading, pada mempertanyakan syariat poligami.

    BalasHapus
  5. kurang gamblang ya?soal hukum poligami menurut saya, sudah jelas pada : Adanya pembolehan, salah satu sunnah Nabi shallallahu'alayhi wassalam, berarti poligami dilegalkan dalam ajaran agama Islam yang indah ini.
    dan :
    Sebagai hamba-Nya yang beriman, pastinya saya mengimani hikmah poligami. Namun ketika saya menjalani sendiri rumah tangga ini, saya menemukan berbagai alasan mengapa saya tidak sanggup bila dipoligami.

    mungkin bapak bacanya keburu emosi :)

    BalasHapus
  6. Nggak juga *_^

    Just want to make clear: saya bukan pelaku pologami. Sampai hari ini saya masih mempraktekkan: bahagiakan keluarga dengan satu istri.

    Yang saya lakukan adalah apa yang disebut dengan 'critical reader'.

    Perhatikan tulisan mbak di atas, saat membahas hikmah poligami, contoh-contoh dan kasus yang ditulis cendrung tidak seimbang. Dimana yang lebih disorot adalah satu dua kasus mereka yang (katakanlah) gagal berpoligami.

    Kalau memang mbak mengimani bahwa poligami adalah syariat yang dibolehkan, seharusnya pembahasannya harus berimbang, atau memasukkan contoh dari 'both sides of the story' - berbagai contoh keluarga yang berpoligami dan sukses. Dengan demikian pembaca bisa menangkap dengan jernih apa yang mbak maksud. Tidak kemudian menyimpalkan, 'Oh iyaaa, ternyata poligami mah banyak problemnya. Tuh contohnya'.

    Begitu kira2 penjelasan saya. ^_^

    BalasHapus
  7. saya perempuan dan saya malah melihat tulisan ibu diatas penuh emosi. Tidak ada didalam syariat bahwa untuk berpoligami, seorang suami harus disyaratkan ini itu kecuali adil.
    "Bila istri masih mampu memberikan pelayanan yang baik, mampu melahirkan keturunan, patuh pada suami dan taat beribadah rasanya tidak ada alasan bagi suami untuk menikah lagi. "
    nah bagian ini rasanya harus dipikirkan lagi, karena secara natur, tidak ada alasan suami yang berbahagia dengan istri yang dicintainya untuk tidak dapat berpoligami. Laki laki itu diciptakan untuk bisa mencintai 200%, seratus untuk istrinya, seratus lagi untuk istrinya.

    Jika nabi SAW yang bertahan 25 tahun dengan pernikahan bersama Khadijah RA, dijadikan contoh agar laki laki bertahan selama itu sebelum poligami, sudah pasti Rasulullah SAW sudah menyuruh para sahabat untuk bertahan lama dengan istri pertamanya sebelum menikah lagi. Kenyataannya tidak begitu..

    Mohon ibu sertakan juga referensi medis, banyak sekali publikasi ilmiah yang menyatakan bahwa pria itu ada yang memang memiliki "selera lebih besar", dan
    memang secara fisik dan pikiran dapat jatuh cinta lagi.

    Banyak maslahat dan keburukan dari poligami, seperti halnya pernikahan monogami. Jika ada wanita tidak bahagia dengan pernikahan poligami, bukan syariatnya yang salah, tetapi suaminya yang belum mampu.

    Mudah mudahan bisa jadi pencerahan.

    BalasHapus
  8. oiya pak, saya memang sedang menyoroti para pelaku poligami yang "tidak benar", dalam hal ini saya benar emosi. Blog ini memang uneg-uneg saya tentang para pelaku poligami yang "tidak benar" tersebut, sehingga memberi kesan buruk pada Din ini. Kalau para pelaku poligami yang adil, kebetulan belum pernah saya lihat secara nyata (hanya lewat media), kalau beliau2 itu saya acungi jempol, istri-istrinya rela dan suaminya pun adil. subhanallah.

    ibu nixthenewbornpower, terima kasih ya sudah membaca tulisan saya. sayangnya, tulisan ini memang sekedar curhatan saya saja, bukan artikel sehingga saya memang tidak mengumpulkan data2 secara lengkap soal medis dan lain sebagainya. Ya memang, bukan syariatnya yang salah, tapi pelakunya yang kurang tepat menjalaninya.

    Soal emosi, saya mengaku emosi. saya memang terbiasa menyertakan emosi dalam tulisan saya. entah itu geram, kecewa, bahagia ataupun terharu. Disini saya geram terhadap para pelaku poligami yang "kurang/tidak berilmu".

    Sekali lagi terima kasih telah menjadi critical reader dalam tulisan sederhana ini :)

    BalasHapus

Komentar baik berupa kritik maupun apresiasi baik yang sopan amat saya nantikan, terima kasih telah singgah di blog ini :)

Share