shallallahu'alayhi wassalam, berarti poligami dilegalkan dalam ajaran agama Islam yang indah ini. Pembolehan ini dijadikan senjata bagi para pria (suami) untuk bisa melakukan poligami dan melemahkan posisi istri untuk menolak hal tersebut (poligami). Saya juga termasuk yang bertanya-tanya mengenai hal ini. Makna sebenarnya dibalik hikmah hukum poligami. Sebagai hamba-Nya yang beriman, pastinya saya mengimani hikmah poligami. Namun ketika saya menjalani sendiri rumah tangga ini, saya menemukan berbagai alasan mengapa saya tidak sanggup bila dipoligami. Dan bilapun suami memaksakan kehendaknya berpoligami maka keadaan rumah tangga dipastikan takkan lagi seindah dahulu. Herannya para pelaku poligami dan orang-orang yang menganggap enteng urusan berpoligami ini selalu menyodorkan fakta bahwa Nabi hidup berpoligami. Seakan-akan mereka lupa, pernikahan pertama Nabi selama dua puluh lima tahun dengan Ibunda Khadijah ra adalah rumah tangga monogami penuh keberkahan dan kasih sayang. Kehidupan pernikahanmonogami maupun poligami yang Nabi jalankan pun berbeda jauh dengan kebanyakan pelaku poligami. Bila Nabi sanggup menjalani pernikahan seperempat abad lamanya, hingga Khadijah meninggal dunia, bersama dengan seorang wanita yang berbeda usia lima belas tahun berstatus janda beranak. Barulah dalam kehidupan rumah tangga poligamiya, Beliau menikahi beberapa wanita cantik dan gadis seperti Aisyah ra. Sebaliknya para pelaku poligami yang kebanyakan menikah lagi dikarenakan istri mereka yang sudah semakin tua, tidak lagi cantik kemudian menikah dengan wanita-wanita yang berusia muda. Sungguh Rasulullah adalah sebaik-baiknya teladan dan paling lembut hati serta perangainya, maka tiadalah cela dalam diri Beliau. Namun cela yang ada dalam kehidupan poligami saat ini berasal dari para pelaku poligami itu sendiri yang lebih mengedepankan hawa nafsu. Saya meyakini bahwa poligami adalah salah satu solusi bagi beberapa masalah salam pernikahan semisal istri pertama tidak dapat melahirkan anak karena penyakit ataupun alasan lainnya yang tidak dapat diatasi kecuali dengan poligami. Kisah poligami yang pernah saya dengar dari kerabat dekat kebanyakan adalah poligami yang tidak adil, tidak hanya bagi istri tapi juga bagi anak-anak mereka. Kisah sedih yang berakhir dengan meninggalnya sang istri setelah divonis mengidap kanker, tak sempat diobati karena sang suami sibuk dengan istri-istri lainnya. Begitupun dengan anak-anak mereka tumbuh begitu saja sehingga menjadi salah arah, kekurangan kasih sayang, perhatian juga didikan agama. Bahkan untuk makan sehari-hari pun sulit. Kisah poligami lainnya lagi adalah kisah poligami seorang pegawai BUMN yang akhirnya diturunkan posisi jabatannya karena ketahuan berpoligami. Alhasil pendapatan bulanan turun sehingga tidak mampu membiayai istri kedua. Hutang menjadi jalan keluar menutupi kebutuhan hidup mereka, sampai kapan? Kalau sudah begini apakah pernikahan poligami ini barakah atau malah hanya akan menyesakkan dada. Alangkah baiknya jika kelebihan rezeki yang ada diberikan kepada anak-anak mereka. Tentunya akan lebih barakah dan menambah ikatan kasih sayang. Bila istri masih mampu memberikan pelayanan yang baik, mampu melahirkan keturunan, patuh pada suami dan taat beribadah rasanya tidak ada alasan bagi suami untuk menikah lagi.